V

Senin, 25 Agustus 2008

ANTARIKSA


Selalu ingin tahu urusan negara lain. Begitulah AS dan sekutunya. Berita Kompas (4/6/03)misalnya, mencuatkan fakta bahwa perilaku itu mendekati kebenaran. Pasalnya, baru beberapa hari TNI menyerbu Aceh satelit mata-mata AS, Orion, sudah nongkrong di atas Sumatera. Mau ngapain lagi?

Diantara 30 satelit mata-mata AS, Orion tergolong paling ahli dalam urusan sadap-menyadap. Mulai dari pembicaraan telepon biasa, handy-talkie, hingga komunikasi dengan sinyal teracak (encrypted), semua bisa disadap. Orion pula yang digunakan Dinas Intelijen AS atau CIA untuk melacak jaringan Al Qaeda hingga ke Pakistan.

Sedemikian gawatkah Indonesia?

Apa yang kita pikirkan harus diakui tak sesederhana yang mereka pikirkan. Apalagi jika sudah berkaitan dengan gerakan bersenjata. Dalam sejarahnya, intel adikuasa memang selalu ingin tahu lebih dulu walau harus terabas negeri orang.

Percaya atau tidak, sesungguhnya tak hanya Aceh dan baru sekarang Orion beroperasi di atas Indonesia. Kepada NBC News (12/9/99), Robert Windrem pernah melaporkan, ia sudah nyadap pembicaraan petinggi RI sejak 1975. Kala itu, dari ketinggian 22.300 mil, fokusnya adalah yang berhubungan dengan operasi ABRI di Timtim.

Entah apa pertimbangan-nya. Yang jelas, Washington menilai kasus Timtim prioritas banget. Jadi jangan kira pengerahan kapal atau pesawat yang diatur rahasia luput dari perhatian Washington.

Laporan yang sama menyebutkan pula, AS tak turun sendirian. Penasehat Keamanan Gedung Putih atau National Security Agency biasa menggunakan tangan Australia dan Selandia Baru lebih dulu. Itu karena setelah diikat Traktat UKUSA, kedua negara bertanggung-jawab atas segala kejadian di sekitar Papua Nugini.

Tidak ada komentar: